Terminal Amplas, Medan
Di sudut terminal pada stasiun bus AKDP tepat saat matahari di puncak “kegarangannya”,
kerumunan anak manusia berjubel berubut tiket.
“Alhamdulillah, dapet juga nih tiket”. Batin Sonang dalam hati sembari
bergegas mencari tempat duduk menunggu kedatangan bus.
“Permisi kak, geser sikit laa” pinta Sonang kepada seorang wanita yang
duduk di sebelah bangku yang masih kosong. Sekilas ia melihat wanita tersebut
yang tampak acuh dan menutup hidungnya dengan saputangan.
“adoohh, yang sombong kali kau bah. Gak open pulak kau, pake nutup
hidung. Kau pikir aku ini ikan asin, !&#^$&(... )$&%^@” Seabrek
omelan dilontarkan Sonang (dalam hati aja).......
Komplek Cemara Asri, Medan
“Ok, anak-anak. Hari ini kita praktekkan materi pelajaran kita tentang
Ilmu Ekonomi dengan sub bab jual-beli. Dan perlu kita ingat, saat ini kita
berada di kawasan Vihara Vienetra yang juga tempat membina para calon biksu. Oleh
karena itu, Bapak mohon kita semua menjaga ketertiban”. Seru Anton kepada
siswanya kelas XII.
“ Nah sekarang dengarkan tugas yang akan kalian kerjakan. Kalian akan
dibagi kedalam tiga kelompok. Setiap kelompok terdiri 10 orang. Nah tugas
kalian menjual barang yang ada di dalam kotak. Sekarang buka kotaknya”
“Haaaaaa.........
Ga salah nih pak ???
Ya nih pak, ga mungkin la bisa di jual”
Dan bermacam-macam tanggapan dari para siswa.
Memang apa yang di jual ya? Ternyata, benda yang ada didalam kotak itu
adalah SISIR saudara-saudara
“Laa....namanya juga penugasan, ya harus ada tantangannya dong” Jawab
Anton sembari tersenyum.
“Bapak kasih waktu 2 jam untuk menjual sisir tersebut. Kelompok yang dapat
menjual sisir paling banyak. Selain mendapat nilai bagus, juga dapat reward. Jalan-jalan
ke Hill Park Berastagi”
Ternyata, reward tersebut membuat para siswa bersemangat
Singkat cerita, setelah dihitung jumlah sisir yang dijual :
- Kelompok 1 = 3 Sisir
- Kelompok 2 = 10 Sisir
- Kelompok 3 = 100 sisir
Apa yang ada dibenak kita, saat berada pada posisi seorang insan
manusia bernama Sonang ?
Barangkali kita adalah bagian dari orang-orang yang berpikir dan
menyimpulkan suatu hal berdasarkan apa yang dilihat semata. Tanpa memperhatikan
kondisi disekitar. Bayangkan, di tengah teriknya matahari harus berebut untuk
mendapatkan tiket. Saat mencari tempat duduk, menyapa seseorang, ehh... malah
dicuekin ditambah menutup hidung. Tersinggung ? Pasti...!!
Ternyata, Saat Sonang beranjak dari tempat duduknya untuk naik bus
yang sudah tiba, ia tak melihat tepat di belakang kursinya terlihat
bertumpuk-tumpuk karung berisi bawang merah.....
Lalu, apa yang kita pikirkan saat berada diposisi para siswa yang
sedang praktek berjualan ?
Ternyata....
Kelompok 1 hanya berfokus pada para biksu sebagai obyek jualannya. Dari
awal mereka sudah berpikir mustahil bisa menjual sisir kepada para biksu. Bahkan
mereka hampir menyerah, hingga ada seorang biksu yang merasa iba dan membeli 3
sisir.
Kelompok 2 memiliki pikiran lain. Dilihatnya di Vihara tersebut selain
para biksu juga ada turis. Maka mereka pun dengan semangat menjual sisir kepada
para turis tersebut. Memang kondisi di Vihara beberapa kali terasa angin
berhembus kencang. Dan mereka berhasil menjual 10 sisir.
Kelompok 3 berpikiran jauh lebih maju. Melihat banyaknya turis yang
datang ke Vihara tersebut. Maka mereka memiliki ide menjadikan sisir sebagai
souvenir dari Vihara. Bergegas mereka menemui kepala Vihara dan menyodorkan
tawaran mereka. Dengan asumsi, seringnya angin berhembus kencang yang membuat
rambut berantakan. Akhirnya kepala Vihara setuju membeli sisir yang dibubuhi
tanda tangan untuk dijadikan souvernir sebanyak 100 buah.
Kawan...
Kisah diatas menggambarkan satu kondisi tetapi dengan bermacam reaksi terhadap kondisi tersebut. Berapa
banyak dari kita yang menghadapi suatu permasalahan, tetapi tidak membuka diri
dan pikiran. Jika ini yang terjadi, maka kita akan masuk dalam suatu kondisi
yang oleh teman-teman praktisi NLP (Neuro
Linguistic Programming) menyebutnya “Perangkap Pembodohan Diri”. Yaitu cenderung
menutup pikiran.
Pikiran itu seperti parasut. Begitu kita sering mendengar dari
pakar pengembangan diri. Parasut akan berfungsi ketika kita membukanya. Begitu juga
dengan pikiran kita. Ia kan berfungsi jika pemiliknya rajin membuka, baik
dengan jalan menghadapi setiap kesulitan atau dengan rendah hati mau menerima
masukan dari orang lain. Dengan itu, pikiran akan kita semakin luas dan
memandang masalah tidak hanya dari satu sisi semata. Tidak ada masalah dengan masalah, yang menjadi masalah adalah sikap
kita menghadapi masalah, begitu nasehat bijak dari Ustadz kita,
Abdullah Gymnastiar – AA Gym –
Kita memang tak akan
bisa mengatur situasi dan kondisi selalu seperti yang kita kehendaki. Tapi,
kita bisa mengerahkan segenap kekuatan kita untuk mencari solusi terbaik.
Singkatnya, kreativitas otak dan upaya fisik harus menjadi
kombinasi kekuatan yang harus selalu bisa kita maksimalkan
Mari, kita ubah sudut pandang. Jadikan berbagai hambatan dan halangan sebagai "teman" untuk mendatangkan kesempatan. Insya Allah peluang demi peluang akan datang dan kita pun siap untuk menangkapnya untuk mendatangkan kesuksesan.
Jadi inget nih, ama lirik lagunya Lenka, "Trouble is a Friend"
He's there in the
dark
He's there in my
heart
He waits in the
wings
He's gotta play a
part
Trouble is a
friend,
Trouble is a friend of mine
0 Komentar