Ngomongin
tentang impian yang ingin diwujudkan dalam satu waktu, sama saja dengan
membahas menu masakan yang ada di restoran atau cafe. Maksudnya butuh waktu
yang tidak sebentar. Saya yakin, kita semua memiliki banyak impian yang ingin
diwujudkan. Impian yang kemudian dijadikan sebuah resolusi.
Samakah memiliki banyak impian dengan
panjang angan-angan? Tidak ....!!
Impian ibarat bahan bakar yang
mengantarkan kendaraan terus melaju menuju beberapa titik pemberhentian.
Bayangkan jika kita hidup tanpa memiliki impian. Sama halnya dengan mengendarai
kendaraan tanpa tujuan.
“Bermimpilah
yang banyak. Karena pada hakikatnya mimpi itu akan terbang ke langit dan Tuhan
akan memeluknya. Hingga pada saat yang tepat, Ia akan mengembalikan mimpi-mimpi
itu”. Petikan dialog dalam novel Laskar Pelangi ini menggambarkan kita harus memiliki impian.
Ditahun ini, ada beberapa impian yang
ingin saya wujudkan. Diantaranya yang menjadi prioritas adalah ingin menjadi
PENULIS yang karyanya duduk manis di toko-toko buku. Tak hanya duduk manis,
tapi menjadi BEST SELLER. Ada banyak
alasan mengapa impian ini mendapat prioritas utama.
Mengisi aktifitas sebagai tenaga
pendidik ditengah repotnya menjajakan pernak-pernik produk kesehatan dan
fashion menambah wawasan saya tentang bagaimana dunia guru itu sebenarnya. Ada
dua impian seorang guru pada umumnya, terdaftar sebagai Pegawai Negeri Sipil
atau terdaftar sebagai guru bersertifikasi. Tak ada yang salah dengan kedua
impian tersebut. Tapi saya melihat sangat sedikit guru yang tertarik dengan
dunia kepenulisan. Padahal profesi tersebut menjadi modal menjadi penulis.
Interaksi dengan puluhan bahkan ratusan murid dengan beragam karakter tentu
menjadikannya ‘ladang ide’ yang tak pernah kering.
Ada beberapa guru yang belum
bersertifikasi di sekolah tempat saya mengabdi. Dan saya adalah salah satunya.
Latar belakang pendidikan yang tak menempuh jalur kependidikan menjadikannya
sandungan. Karena menjadi guru bukan prioritas cita-cita saya, hal tersebut tak
menjadi beban. Maka saat beberapa kali kesempatan untuk memperoleh sertifikasi
datang dan nama saya tak terdaftar, maka saya have fun saja. Justru hal ini menjadi bahan bakar semangat untuk
menempuh ‘jalur sukses’ yang berbeda. Meninggalkan jejak tak hanya sebatas
dalam kenangan anak didik tapi untuk semua orang yang membaca karya tulis yang
dihasilkan, tentu menjadi faktor penambah semangat lainnya mengapa saya ingin
menjadi penulis.
Saya tidak ingin mengatakan menulis
adalah sebuah keharusan. Tapi orang-orang besar di dunia sastra
mengatakan demikian. Lihatlah Asma Nadia, yang telah menelurkan puluhan
karyanya dalam bentuk buku. Beliau pernah mengatakan “Menulislah minimal satu buku sebelum kita meninggal”. Atau Ippho
Santosa, yang mengatakan “Kata-kata
menguap tulisan mengendap”. Artinya tulisan lebih panjang umur dari usia
kita sendiri.
Dari kata-kata mereka, rasanya kok makjleb. Ingat kata-kata teman yang
pernah mengingatkan :
- Menulislah untuk orang-orang yang kita cintai. Bisa untuk orang tua, istri atau anak kita
- Menulislah agar dunia tahu bahwa kita pernah hidup didunia ini
- Menulislah untuk sebuah kebaikan bagi kita dan orang disekitar kita.
- Menulislah, karena tulisan kita bukan hanya menjadi PASSIVE INCOME saja, tapi juga PASSIVE PAHALA
- Menulislah, minimal untuk mengatakan kepada orang tua kita bahwa “Bapak dan Ibu tidak sia-sia melahirkan dan membesarkan saya di muka bumi”
Lalu, kapan menghasilkan sebuah buku?
April menjadi target bahwa buku yang saya tulis diterbitkan oleh penerbit mayor
dan duduk manis di rak-rak toko buku berdampingan dengan karya penulis top
lainnya.
Mungkinkah tercapai?
Saat sebuah tekad telah ditetapkan, maka ikhtiar-ikhtiar
terbaik akan dilakukan. Selanjutnya, serahkan semua kepada Sang Pencipta.
4 Komentar
Aamiin, kereeen pak bikin tulisan tentang resolusinya 👍
BalasHapusHatur tengkiu mb Eri, uda mampir. Moga apa yang kita impikan di ijabah oleh-Nya.....
BalasHapuskeren sangat..
BalasHapusSemoga impian membuat bukunya segera terealisir om. Saya pre-order dulu dari sekarang. Semangaaat mas bro!
BalasHapus