Ngomongin perasaan tuh ibarat makan gado-gado, tapi saat
dimakan tuh gado-gado harus dipisahkan
sayurnya satu per satu dan harus bersih dari saus kacangnya. Ribet? Emang.......
Seperti itulah perasaan yang hinggap pada setiap insan
manusia. Ia penuh warna, unpredicable,
tapi justru disitulah letak keindahannya. Seni menata hati, salah satunya
adalah mengolah rasa yang ada pada diri kita.
Salah satu hal yang sering mengobrak-abrik hati adalah saat dihadapkan
dengan kondisi yang tak seperti harapan. Menyerah? Justru disinilah momentum membuktikan
kapasitas kita sebagai khalifah di
bumi. Masa’ sich kita meragukan
kemampuan kita yang Allah sendiri nyatakan dalam Kalam-Nya di surah Al-Baqarah:30.
Jika suatu ketika dihadapkan oleh
dua pilihan, 1. Menikah dengan orang
yang kita cintai tetapi, tetapi dia tak mencintai kita. 2. Menikah dengan orang yang tidak kita cintai, tetapi dia
mencintai kita. Mana yang engkau pilih kawan?
Mayoritas kita memilih opsi pertama. Menikah dengan orang yang
kita cintai memang impian setiap manusia. kendati pun orang yang diharapkan
cintanya tak mencintai kita. Dengan harapan, seiring berjalannya waktu dia yang
kita nikahi perlahan membuka hati dan mencintai kita. Of course, pilihan ini tak salah. Karena ini adalah sifat alami
manusia. Tapi tak sepenuhnya benar. Ingat, kita hidup di dunia nyata, bukan di
alam sinetron.
Pertimbangkan opsi kedua. Ia lebih rasional untuk dilakukan. Lebih banyak membawa
kemaslahatan bagi kedua belah pihak. Lebih mendatangkan barokah, hingga hati
mudah terpaut satu sama lain, dan pada akhirnya saling menautkan cinta. Mengapa
demikian? Lebih mudah untuk mencintai daripada dicintai. Hati itu sesuatu yang
sulit untuk diterka, karena ia memiliki kecenderungan untuk berubah-ubah. Dapatkah
kita memaksa orang lain untuk mencintai kita, sementara ia sama sekali tak
mencintai kita? Tentu saja tidak. Tetapi, dapatkah kita memaksa diri kita untuk
mencintai orang lain yang tak mencintai kita? Tentu saja bisa.
Ada banyak cara menumbuhkan cinta
pada seseorang. Setiap kita tentu memiliki kelebihan, pun di saat bersamaan ada kekurangan yang menyertainya. Fokuslah pada
kelebihannya, karena ada banyak sekali nilai-nilai kebaikan yang ada. Sekali
lagi, manakah yang lebih mudah ; berharap orang lain melihat kebaikan pada diri
kita, atau kita yang melihat kebaikan orang lain?
Moga kita tak terjebak perasaan
kawan. Sandarkan cintamu pada Sang Pemilik Cinta. Jangan semata mengikuti
keinginan hati. Yakinlah, barokahnya cinta hadir saat kita melibatkan Allah
dalam setiap luapan cinta yang menghentak dan mengaduk-aduk perasaan.
Menikah itu perjalanan panjang yang
melintasi dua alam. Tentu kita semua berharap bangunan rumah tangga yang
dibangun fondasinya dibangun diatas rasa saling mencintai. Jika karena suatu
hal, cintamu padanya hanya setengah hati, maka sandarkan cintamu pada-Nya.
Deli Serdang, di pagi yang gerimis.....
0 Komentar