Mengapa harus menikah? Pertanyaan yang sering diajukan bagi
mereka para penganut hidup bebas. Bagi mereka menikah adalah penjara bagi
kebebasan. Apalah arti hidup jika tidak bebas melakukan sesuatu, begitulah
asumsi yang sering dipakai. Kebebasan memang hak setiap individu, tetapi bukan
berarti semua dapat dilakukan tanpa ada larangan. Bebas itu adalah melakukan
sesuatu sesuai dengan aturan yang berlaku. Sehingga keseimbangan hidup akan
tercipta. Karena hidup bukan hanya menikmati kehidupan dunia. Masih ada
perjalanan panjang menuju kampung keabadian, kelak di surga atau neraka.
Dan.....menikah adalah salah satu tiket untuk mencapai kampung keabadian, yang
kita semua sepakat bercita-cita masuk ke surga [Insya Allah].
Ketertarikan pada pasangan hidup menempati posisi pertama
dari syahwat manusia. karena ini
adalah kecenderungan fitrah yang telah diberikan oleh-Nya. Oleh karena itu,
Islam memberikan perhatian khusus terhadap syahwat ini. Perlu kita ingat
kembali, Allah tidak pernah menciptakan sesuatu dengan sia-sia. Nafsu dalam
diri kita adalah naluri untuk memperbanyak keturunan. Kita dapat menjadikannya
sebagai sumber kemuliaan dalam hidup.
Islam memposisikan segala sesuatu dalam porsinya yang sesuai
lagi menentramkan. Kita tidak akan menemukan perintah bahkan dilarang untuk membunuh cinta dan hawa
nafsu. Pun sebaliknya, kita tidak diperkenankan untuk mengumbarnya. Karena ia
akan menjadi sumber penyakit, malapetaka dan bencana. Maka Islam menghadirkan
sebuah solusi bagi cinta dan syahwat, yaitu pernikahan. Sebuah ikatan
yang menghalalkan apa yang sebelumnya haram, ikatan yang membuat apa yang
sebelumnya dosa menjadi pahala, ikatan yang mencerdaskan-mendewasakan-membuat
hidup lebih bermakna.
Pernikahan adalah ikatan kuat [dan modal utama] dalam menghadapi berbagai problem dan kerasnya
kehidupan. Dibutuhkan bahtera yang kuat untuk mengarungi luasnya lautan. Jangan
bermimpi mampu menaklukan ganasnya gelombang dengan hanya bermodalkan bahtera
kecil nan sederhana. Tahukah kawan perbandingan antara ikatan bernama
pernikahan dengan pacaran? Itu sama saja membandingkan antara kapal tanker
dengan rakit!! Jangan terbuai dengan kemesraan yang timbul dari hubungan
bernama pacaran. Ia hanya kamuflase dari nafsu yang dibungkus dalam cinta nan
palsu. Perhatian, kasih sayang, belaian, hanya mendatangkan murka Allah. Jika kematian
adalah mutlak rahasia-Nya, bisa dibayangkan seandainya kelak kita ‘dipanggil’ dalam kondisi sedang berdua
dengan pacar atau dalam keadaan sedang merindukan sosoknya. Apakah masih
berharap surga? Sedangkan apa yang dilakukan justru menjauhkannya dari tempat
yang mulia itu. Naudzubillah min dzalik...
Yakinlah, pernikahan adalah solusi tepat untuk mengendalikan
gejolak syahwat. Bisakah kau bayangkan jika segala aktivitas yang dilakukan
bersama pasangan mendatangkan kebaikan dan barokah dari-Nya? Belaian, tatapan,
bahkan ‘hanya’ genggaman tangan saja bernilai pahala. Subhanallah....
Pantaslah kiranya jika Islam memandang pernikahan adalah
sesuatu yang sakral nan agung. Ketika ikrar diucapkan pada proses ijab qabul, maka arsy Allah bergetar. Syetan akan lari tunggang langgang menjauh
sembari menangis keras, yang suaranya didengar seluruh makhluk kecuali manusia.
Dan..... kesempurnaan dalam beragama separuhnya dipenuhi dengan menikah. Masih
ragukah untuk menikah?
Kalau kemampuan belum hadir, maka keinginan dan niat suci
tetap harus hadir, agar kita tidak termasuk salah satu golongan yang disebut
oleh Imam Ahmad bin Hanbal ;
“Jika ada seorang pemuda yang tidak berkeinginan menikah, maka hanya dua kemungkinan: banyak bermaksiat atau diragukan kejantannya!”
(Salim A. Fillah; Nikmatnya Pacaran Setelah Pernikahan)
Atau
jika niat untuk menikah telah hadir tapi jodoh tak juga mampir, maka
bersabarlah kawan! Tetaplah fokus memperbaiki diri. Karena sejatinya di belahan
bumi yang lain sosok yang Allah persiapkan untukmu juga sedang memperbaiki
diri. Siapa yang tak menyibukkan diri dengan aktivitas surgawi, maka syetan
akan menyibukkannya dengan aktivitas nerakawi. Seseoran yang panjang angan,
mengisi usia dengan berfoya-foya, menjadi budak syahwat yang tak pernah
terpuaskan, apa yang bisa diharapkan dari mereka? Lalu, masihkah mempertanyakan
mengapa harus menikah? Mari kembali ke kedalaman hati dan tanyakan apa yang
menjadi misi hidup kita.
0 Komentar